Berbicara tentang sebuah pesona
tentu menarik untuk disimak. Pengalaman keterpesonaan itulah yang kualami
selama mengikuti “Camp Pria Sejati Katolik” yang diselenggarakan oleh team dari
Keuskupan Bogor. Para pria sejumlah 60 orang digembleng dalam Camp ini sejak
tanggal 24 hingga 26 April 2015. Di dalam “Camp Pris-kat” itu terjadi
“mukjizat” perubahan. Pada hari pertama terlihat wajah-wajah peserta yang
mengguratkan keingin-tahuan tentang apa yang akan disuguhkan oleh panitia.
Tidak jarang tampak juga wajah yang enggan dan galau untuk memulai retret,
lantaran keikut-sertaan dalam retret ini “diceburkan” oleh istri terkasih.
Selain karena alasan “tercebur”, para pria ini adalah orang-orang yang selama
ini biasa bekerja saban hari, saban pekan. Week-end sambil bermenung tentang
diri sendiri dan relasi suami-istri-anak-mertua amat langka diangkat ke tingkat
reflektif dalam terang iman katolik dan Firman Tuhan.
Suasana hati dan budi para pria
ini kemudian berubah menjadi gembira dan bersukacita tatkala proses retret itu
berjalan. Roh Tuhan membuka mata hati dan budi mereka. Melalui
kesaksian-kesaksian personal, para pria ini merasakan sentuhan kasih Tuhan.
Pengakuan iman membuncah dari mulut mereka: “Tuhan Yesus telah mengubah
hidupku”; “Terimakasih Tuhan”; “Maafkan dan ampunilah aku orang berdosa ini”,
“Aku mau minta maaf kepada istri dan anakku, mertuaku” dan ungkapan iman
sejenisnya. Menyaksikan perubahan ini, aku berseru “Magnificat anima mea
Dominum”.
Keterpesonaan lain terletak pada
semangat pelayanan para panitia. Mereka secara tertentu sedang menjalani proses
menjadi “sejati” sebagai pria bukan sembarang pria, tetapi “pria sejati
katolik”. Hal itu tersingkap dalam laku bertanggung jawab, cekatan melayani dan
kesungguhan berdoa bagi para peserta. Keteguhan iman mereka terlihat disini.
Aku sebagai uskup mereka merasa berbangga mempunyai teman seperjalanan
“mengikuti Yesus Tuhan” kita. Selain anggota panitia, para peserta yang
semuanya laki-laki ini memperlihatkan proses perubahan yang menarik dan
mengesankan. Mereka menjadi pria-pria yang menaruh kepercayaan penuh pada
sesamanya. Tak terpancar kecanggungan untuk berbagi kelemahan, keterbatasan
diri serta kelebihannya. Para pria ini digembleng bagai kedua belas rasul
Yesus. Suara-suara bariton para lelaki ini menggelegar tatkala semua bernyanyi
memuji kebesaran Tuhan dan menabur kesaksian benar tentang sentuhan kasihNya
yang dirasakan dalam hidup mereka masing-masing.
Tugas Uskup dan pastor:
Memberikan dukungan penuh dalam gerakan awam “pria sejati katolik”
Setelah mengikuti retret Camp
Pria Sejati Katolik pertama dan kedua di Keuskupan kita ini (Bogor), saya
berpendapat bahwa “ Gerakan Pria sejati Katolik” adalah salah satu diantara
sekian banyak gerakan kaum awam katolik yang peduli akan implementasi ajaran Gereja
Katolik tentang hidup keluarga. Ajaran Gereja Katolik tentang hidup keluarga
akan tinggal sebuah teori bila tidak diimplementasikan dalam hidup real-nyata
sebuah keluarga. Gerakan ini merupakan usaha-usaha kaum awam untuk
mengimplementasikan ajaran Gereja itu. Gerakan ini bertujuan untuk mendampingi,
menganimasi, memberi spirit injili, serta menyadarkan laki-laki sebagai bapa
keluarga seturut terang Firman Tuhan dan Magisterium Gereja. Melalui
permenungan, doa, penyembahan, puji-pujian, mereka diajak agar semakin berperan
sebagai orang utusan Tuhan dalam hidup berkeluarga. Gerakan ini membangkitkan
semangat bapa-bapa atau pria-pria ini untuk bertobat, lebih bertanggung jawab
terhadap keluarganya. Gerakan ini membuat bapa-bapa menyadari peran utama mereka
sebagai sumber sukacita bagi istri, anak-anaknya. Gerakan ini membuat bapa-bapa
merasakan sentuhan, jamahan, serta cinta Tuhan. Dengan melihat unsur-unsur ini,
saya berpendapat bahwa gerakan ini perlu didukung agar denyut penggembalaan
Gereja Katolik khususnya di Keuskupan Bogor di bidang hidup berkeluarga
berjalan cepat meluas. Sebab awam-awam katolik dibutuhkan untuk menjadi
penyebar amanat agung Kristus, yang dicanangkan Yesus dalam Mat 28:19:
“Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah kuperintahkan kepadamu”.
Selain itu, kami mengamati bahwa
Gereja katolik kekurangan media khusus untuk mendampingi kaum pria. Kegiatan
Pris-Kat ini merupakan salah satu media pendampingan. Para pria perlu dianimasi
oleh kaum pria sendiri dalam terang Firman Tuhan dan ajaran Gereja Katolik.
Kesadaran pria sebagai pria dan bapa keluarga yang mencintai istri dan anaknya
perlu ditanamkan kembali. Jadi inilah media khusus yang perlu dan mesti
dikembangkan oleh Gereja Keuskupan Bogor dalam rangka untuk memaksimalkan peran
pria-pria sebagai suami katolik. Buah-buah pertobatan suami-suami ini akan
berguna untuk menciptakan “Keluarga sebagai sumber sukacita Injili” bagi
istri-anak-anak, mertua.
Point-point yang menarik dan
perlu dipelajari lebih lanjut dalam “Camp Pria Sejati Katolik”
Ada banyak tema disuguhkan selama
retret “Camp Pris-kat” ini. Saya akan mengangkat beberapa topik yang penting
dalam rangka menganimasi peran pria-pria katolik.
Topik pertama berkaitan dengan
tema “Hukum Maksimal”. Melalui topik ini, para pria diajak untuk memaksimalkan
diri sebagai seorang pria sejati. Disuguhkan hal-hal konkret yang menghalangi
pertumbuhannya secara maksimal. Semboyan “Kesempurnaan seorang pria dan
keserupaan dengan Kristus adalah hal yang sama” ditandaskan agar pria-pria ini
berjuang dan berusaha menjadi serupa dengan Kristus. Hal ini diimplementasikan
dalam peran mereka sebagai bapa keluarga yang mencintai, mengasihi dan
melindungi istri dan anak-anak mereka. Mereka bukanlah “tuan-tuan” besar yang
hanya memerintah istri dan anak mereka. Sebagai suami, mereka harus berusaha
menjadi serupa dengan Kristus yang mengasihi Gerejanya dengan pengurbanan yang
tulus.
Topik penting lainnya ialah
keterbukaan dan kesepuluh perintah Allah. Ditekankan bahwa kesepuluh perintah
Allah bukanlah suatu undangan yang boleh diterima atau ditolak. Perintah Allah
adalah perintah untuk dilaksanakan. Maka para pria dibentuk menjadi “serdadu
Kristus” yang siap melaksanakan Firman Tuhan, seperti hal melayani, mengasihi,
mengampuni. Semangat keterbukaan terhadap istri dan anak perlu diterapkan dalam
relasi, komunikasi dialogis. Selain itu, para pria ini diarahkan bukan saja
menjadi pembaca, pendengar Firman Tuhan, tetapi mereka menjadi pelaksana firman
Tuhan.
Topik penyembuhan dan pembebasan
dari luka-luka dosa juga merupakan point penting diberikan dalam retret ini.
Para pria ini disadarkan akan luka-luka yang mereka alami dan luka-luka batin
yang mereka lakukan terhadap istri-anak atau orang tua mereka. Dalam terang
Firman Tuhan, luka-luka ini dikupas, dikuliti untuk dibebaskan oleh Tuhan
sendiri. Maka Roh Kasih Tuhan menggerakkan hati para pria ini untuk mengakui
keberdosaannya dan menyesali, serta bertekad untuk memperbaikinya. Pengampunan
masal dihadapan Tuhan dilaksanakan. Kemudian diteruskan dengan penerimaan
sakramen Pengakuan Dosa.
Topik penyembahan dan pujian akan
kebesaran kasih Tuhan diramu dalam suasana doa serta lantunan lagu-lagu pujian,
diselingi dengan kesaksian hidup para peserta retret. Pentahtaan sakramen
Mahakudus di ruang Adorasi memberi warna tersendiri, sehingga kehadiran Tuhan
sungguh dirasakan.
Topik menjadi suami bertanggung
jawab juga mendapat sorotan berarti. Pria-pria disadarkan akan peran mereka
sebagai imam dalam rumah tangga dan kepala rumah tangga yang bertanggung jawab
untuk terus berfungsi sebagai sumber yang baik bagi keluarga (berdoa,
mendengarkan, melayani), menjadi penopang bagi istri-anak, menjadi pengelola
hidup bersama (maintainer).
Rencana dan Kebijakan Keuskupan
Bogor terkait gerakan “Pria Sejati Katolik”
Mengembangkan gerakan “Pria
Sejati Katolik” sebagai bagian dari program kerja Komisi Keluarga. Komisi
Keluarga Keuskupan perlu mendorong para suami dan didukung oleh istri mereka,
agar mengembangkan diri melalui gerakan Camp Pris-Kat ini.
Dalam membantu misi Komisi
Keluarga, gerakan PrisKat dan dikait-eratkan dengan gerakan “catholic wise
woman ” (pendampingan istri-istri) dipercayakan kepada Paroki Maria Bunda Segala
Bangsa – Kota Wisata – Cibubur. Paroki ini perlu memberikan prioritas pastoral
pendampingan suami-suami dan istri-istri. Maka pastoral Keluarga dengan
pendekatan “Pris-Kat” dan “Catholic Wise Woman” dikembangkan oleh paroki ini ke
seluruh paroki di Keuskupan ini.
Gerakan Priskat itu perlu
dilakukan dengan spirit “inklusif”, dalam artian aktivis-aktivis Pris-Kat perlu
membangun kerjasama dengan gerakan awam lainnya yang berbasis perhatian kepada
keluarga, seperti ME, Catholic Wise Woman, Wanita Bijak, dll; serta gerakan
awam berbasis Alkitab, seperti KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi), SEP (Sekolah
Evangelisasi Pribadi) dan KPKS (Kursus Pendalaman Kitab Suci).
Gerakan-gerakan animasi hidup
berkeluarga seturut Firman Tuhan seperti ME, Pris-Kat, Catholic Wise Woman,
Wanita Bijak dll, perlu mendapat dukungan moril dan finansial dari
paroki-paroki. Artinya, pastor paroki dan dewan pastoral paroki perlu
merencanakan dan menata agar keluarga-keluarga di parokinya pernah mengikuti
retret yang bertujuan pemantapan hidup berkeluarga. Subsidi finansial perlu
diatur oleh Dewan Keuangan Paroki agar pengalaman perubahan yang disediakan
oleh gerakan-gerakan ini dapat dirasakan oleh banyak keluarga-keluarga di
Keuskupan ini, yang kebanyakan pendapatan ekonominya hanya cukup untuk
membiayai kebutuhan-kebutuhan primer hidup keluarga yang normal, seperti
kebutuhan sandang-pangan, biaya sekolah. Sedangkan untuk kegiatan pemantapan
hidup rohani mereka, tampaknya keuskupan dan paroki perlu membantunya.
Konklusi: Panca Kesaksian
Priskat: Aku bersaksi sebagai Pria Sejati Katolik
Mengikuti dinamika retret
Pris-Kat serta menyaksikan animo para pria ini, saya merumuskan apa yang kami
sebut “Panca Kesaksian Priskat”. Panca kesaksian ini merupakan penegasan tekad
para pria ini untuk menjadi “saksi-saksi” Kristus. Mereka bukan lagi sebagai
penonton, tetapi sebagai pelaksana perintah Kristus dalam peran mereka sebagai
suami-suami Katolik.
Panca-kesaksian Priskat itu
berbunyi:
1. Aku bersaksi bahwa Tuhan Yesus
menjamah, mengasihi aku.
2. Aku bersaksi bahwa aku adalah
imam keluarga yang mesti berperan sebagai sumber yang baik, penopang, pengelola hidup keluargaku.
3. Aku bersaksi bahwa Persatuan
suami istri adalah harga mati yang harus kuperjuangkan dengan penuh kasih dan
pengurbananku.
4. Aku bersaksi bahwa istriku
adalah hadiah terindah dari Tuhan dan Aku bertanggung jawab terhadap keselamatan fisik-rohani istri dan
anak-anakku.
5. Aku bersaksi hukum cintakasih
Yesus adalah pedoman keluargaku.
Artikel ini diambil dari
http://keuskupanbogor.org/pesona-priskat-panca-kesaksian-seorang-pria-sejati-katolik/